Khamis, 31 Disember 2009

Wrap up. Hanya satu kitaran.

Waktu ini aku sedang duduk bersila disamari lampu dari bilik air. Sambil mengadap laptop di atas meja kecil yang aku beli dari Ikea. Sejuknya penghawa dingin bersuhu 25 darjah celcius menggigit-gigit tapak kaki dan tengkuk aku. Lagu Gemilang nyanyian Ella menghidupkan suasana irama subuh dinihari. Baru tadi sebatang Marlboro Light habis menerobosi kerongkong ini sambil dibasahi kehangatan Milo 3 in 1.

Skuad Red Devil ketika ini sedang mendahului 3-0 di babak pertama. Aku yang hanya mendapat keputusan langsung melalui LiveScore.com. Itu cukup membuat kan aku berasa lega dan seronok.

Hari ini, 31 Disember 2009. Detik terakhir bagi suatu permulaan.

Keributan di dalam satu kitaran lengkap turun naik tahun ini masih terngiang-ngiang di tepi telinga ini. Tahun ini aku bermula dengan kontraksi, penguncupan, kejatuhan. Tahun ini aku bermula di penghujung wave corrective (1) menuju (2). Aku begitu kerdil dan masih keliru.

Januari lalu, aku memulai nafas baru selepas 2008 yang perit menikam dan kecundang. Yang membawa aku berdiri di tepi bukit Bandar Puteri Puchong. Waktu itu, tekad aku genggam janji. "To being a good son to my mother, good brother, good friend, better pointer, sophisticated trader, and a happy life."Ada suara sumbang menyalak menyindir.

Februari lalu, aku buka buku. Dari muka pertama aku bermula semula. Dari mula. Aku pelajari semula apa itu Fibonacci. Aku sedar waktu itu aku langsung tiada apa-apa. I'm broke. Totally. Aku perlu lakukan sesuatu untuk bangkit semula.

Mac lalu, di tempat baru yang aku tidak sukai. Aku bulatkan hati. Teruskan meniti. Aku mulai berdikari. RM50 seminggu menjadi nadi. Namun, Marlboro Light tetap jadi pujaan di hati. Burger Ramly jadi diet rutin harian. Kenangan di Melaka pengubat hati. Terima kasih sahabat. Aku sayang akan kalian.

April lalu, genap setahun aku dan dia. Terima kasih kamu mengenali aku. You are awesome.

Mei lalu, kawan aku hanya laptop, broadband, dan kipas. El Nino menjadi-jadi. Semester Spring berlalu.

Jun lalu, mengenang kembali separuh 2009 yang berlalu. Aku depresi. Hanya satu senyuman pahit ketika diraikan hari jadi. Masih ada yang mengingati.

Julai lalu, masa untuk meneruskan sisa-baki janji yang terlafaz Januari lalu. Phileo Damansara menjadi saksi langkahan pertama ku.

Ogos lalu, mungkin itu telah diatur oleh Tuhan Yang Satu. Berkat sabar dan tekun tanpa pernah cuba memberi alasan. Belajar dan terus mempelajari. Usaha dan jangan berhenti. Alhamdulillah.

September lalu, Aidilfitri di kampung. Di rumah yang baru saja siap. RM****.** buat Mama.

Oktober lalu, diparasitkan. Kuatkan hati. Tabahkan kaki melangkah. Teruskan. Jangan paling lagi.

November lalu, bangkit. Belajar dari kesilapan. Kesilapan bila terlalu mempercayai orang lain. Kesilapan bila diperkudakan orang lain. Kesilapan bila dipaksa makan tahi orang lain. Bangkit. Vardec termeterai di bawah satu janji. Tulus, ikhlas, jujur. Bangkit.

Disember bakal berlalu. Detik-detik pengakhiran suatu permulaan.

Keributan di dalam satu kitaran lengkap turun naik tahun ini masih terngiang-ngiang di tepi telinga ini. Tahun ini aku akhiri dengan ekspansi, pengembangan, kenaikan. Tahun ini aku akhiri di permulaan wave impulsive. Aku yakin akan arah pergerakan aku kali ini.

Waktu ini aku sedang duduk bersila disamari lampu dari bilik air. Sambil mengadap laptop di atas meja kecil yang aku beli dari Ikea. Sejuknya penghawa dingin bersuhu 25 darjah celcius menggigit-gigit tapak kaki dan tengkuk aku. Lagu Hadapi Dengan Senyuman nyanyian Dewa menghidupkan suasana irama pagi. Sebatang Marlboro Light dinyalai lagi.

Skuad Red Devil menang 5-0 melawan Wigan. Aku yang hanya mendapat keputusan langsung melalui LiveScore.com. Itu cukup membuat kan aku berasa lega dan seronok.

Ahad, 6 Disember 2009

Sing with me, Sing for the years, Sing for the laughter, Sing for the tears,Sing it with me.

Aku sedang berdiri mengangkat setin Vanilla Coke dari tepi bukit Bandar Puteri Puchong. Menyaksikan bunga bunga api yang menyerikan langit langit Lembah Klang. Indah dan mengagumkan.

Satu Januari 2009 lepas.

Jumaat, 4 Disember 2009

Stick To The Plan

Selasa, 1 Disember 2009

The Art of Making a Mistake

Instead of instructing yourself to avoid mistakes, you should learn the art of making a mistake and gaining wisdom from it.

The first thing that happens after you make a mistake is that you become upset. Everyone I know gets upset.That is the first indication of a mistake. At this point of upset, you find out who you really are.

Well at the moment of upset, we become one of these characters. I'm going to describe the cast of characters who are brought to center stage when upsets from mistakes occur:

1. The Liar. The liar will say such things as, "I didn't do that." Or "No, no, no. It wasn't me." Or "I don't know how that happened." Or "Prove it."

2. The Blamer. The blamer will say such things as: "It's your fault, not mine." Or "If my wife didn't spend so much money, I would be better off financially." Or "I would be rich if I didn't have you kids." Or "The customers just don't care about my products." Or "Employees just aren't loyal anymore." Or "You weren't clear in your instructions." Or "It's my boss's fault."

3. The Justifier. The justifier says things such as: "Well, I don't have a good education so that is why I don't get ahead." Or "I would have made it if I had had more time." Or "Oh, I really didn't want to be rich anyway." Or "Well, everyone else was doing it."

4. The Quitter. The quitter says such things such as: "I told you that it would never work." Or "This is too hard and it's not worth it. I'm going to do something else easier." Or "Why am I doing this? I don't need this hassle."

5. The Denier. Called this person 'the cat in the litter box' which means this person tends to bury his or her mistakes. The person who denies that he or she made a mistake often says things such as: "No, there is nothing wrong. Things are fine." Or "Mistake? What mistake?" Or "Don't worry. Things will work out."

When people are upset due to a mistake or accident, one or more of these characters will take over their mind and body. If you want to learn and gain wisdom from this priceless mistakes, you have to let The Responsible You eventually take control of your thinking. The Responsible You will eventually say, "What priceless lesson can I learn from this mistake?"

If a person says, "What I learned is that I'll never do this again," he or she probably has not learned much. Too many people live in a diminishing world because they continue say, "I'll never do that again" instead of saying, "I'm glad that happened because I learned this or that from the experience." Besides people who avoid mistakes or waste mistakes never see the other side of the coin.